Minggu, 28 April 2013

Pengertian Kurikulum


I. PENDAHULUAN
 
A. Gambaran Umum
Pemberlakuan peraturan dan perundangan-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan otonomi pendidikan menuntut adanya upaya pembagian kewenangan dalam berbagai bidang pemerintahan. Hal tersebut membawa implikasi terhadap sistem dan penyelenggaraan pendidikan termasuk pengembangan dan pelaksanaan kurikulum. Tiga hal penting yang perlu mendapat perhatian, yaitu:
1.      Diversifikasi Kurikulum yang merupakan proses penyesuaian, perluasan, pendalaman materi pembelajaran agar dapat melayani keberagaman kebutuhan dan tingkat kemampuan peserta didik serta kebutuhan daerah/lokal dengan berbagai kompleksitasnya.
2.      Penetapan Standar Kompetensi (SK), dimaksudkan untuk menetapkan ukuran minimal atau secukupnya, mencakup kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dicapai, diketahui, dilakukan, dan mahir dilakukan oleh peserta didik pada setiap tingkatan secara maju dan berkelanjutan sebagai upaya kendali dan jaminan mutu.
3.      Pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Provinsi/ Kabupaten/Kota sebagai Daerah Otonomi merupakan pijakan utama untuk lebih memberdayakan daerah dalam penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan potensi daerah yang bersangkutan.
4.      Untuk merespon ketiga hal tersebut di atas, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah melakukan penyusunan Standar Isi (SI), yang kemudian dituangkan kedalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 22 tahun 2006, yang mencakup komponen:
a)      Standar Kompetensi (SK), merupakan ukuran kemampuan minimal yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dicapai, diketahui, dan mahir dilakukan oleh peserta didik pada setiap tingkatan dari suatu materi yang diajarkan.
b)      Kompetensi Dasar (KD), merupakan penjabaran SK peserta didik yang cakupan materinya lebih sempit dibanding dengan SK peserta didik.

B. Pendidikan Berbasis Kompetensi
Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II Pasal 3 menjelaskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bemartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Standar kompetensi lulusan (SKL) suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional mencakup komponen ketakwaan, akhlak, pengetahuan, ketrampilan, kecakapan, kemandirian, kreativitas, kesehatan, dan kewarganegaraan. Semua komponen pada tujuan pendidikan nasional harus tecermin pada kurikulum dan sistem pembelajaran pada semua jenjang pendidikan. Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, tugas sekolah adalah mengembangkan potensi peserta didik secara optimal menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat dan ikut menyejahterakan masyarakat. Lulusan suatu jenjang pendidikan harus memiliki pengetahuan dan keterampilan serta berperilaku yang baik.
Untuk itu peserta didik harus mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar yang ditetapkan. SKL merupakan bagian dari upaya peningkatan mutu pendidikan yang diarahkan untuk pengembangan potensi peserta didik sesuai dengan perkembangan ilmu, teknologi, seni, serta pergeseran paradigma pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan peserta didik.
SKL adalah satu dari 8 standar nasional pendidikan (SNP), yang merupakan kompetensi lulusan minimal yang berlaku di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan adanya SKL, kita memiliki patok mutu, baik evaluasi bersifat mikro seperti kualitas proses dan kualitas produk pembelajaran, maupun evaluasi makro seperti efektivitas dan efisiensi program pendidikan, sehingga ke depan pendidikan kita akan melahirkan standar mutu yang dapat dipertanggungjawabkan pada setiap jalur, jenis dan jenjang pendidikan. SKL mata pelajaran selanjutnya dijabarkan ke dalam SK dan KD.
Selain mengacu pada SKL, pengembangan SK peserta didik dalam suatu mata pelajaran juga mengacu pada struktur keilmuan dan perkembangan peserta didik, yang dikembangkan oleh para pakar mata pelajaran, pakar pendidikan dan pakar psikologi perkembangan, dengan mengacu pada prinsip-prinsip:
1.      Peningkatan Keimanan, Budi Pekerti Luhur, dan Penghayatan Nilai-Nilai Budaya.
Keimanan, budi pekerti luhur, dan nilai-nilai budaya perlu digali, dipahami, dan diamalkan untuk mewujudkan karakter dan martabat bangsa.
2.      Keseimbangan Etika, Logika, Estetika, dan Kinestetika.
Kegiatan Pembelajaran dirancang dengan memperhatikan keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika.
3.      Penguatan Integritas Nasional.
Penguatan integritas nasional dicapai melalui pendidikan yang menumbuhkembangkan dalam diri peserta didik sebagai bangsa Indonesia melalui pemahaman dan penghargaan terhadap perkembangan budaya dan peradaban bangsa Indonesia yang mampu memberikan sumbangan terhadap peradaban dunia.
4. Perkembangan Pengetahuan dan Teknologi Informasi.
Kemampuan berpikir dan belajar dengan cara mengakses, memilih, dan menilai pengetahuan untuk mengatasi situasi yang cepat berubah dan penuh ketidakpastian serta menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi.
4.      Pengembangan Kecakapan Hidup.
Kurikulum mengembangkan kecakapan hidup melalui budaya membaca, menulis, dan kecakapan hitung; keterampilan, sikap, dan perilaku adaptif, kreatif, kooperatif, dan kompetitif; dan kemampuan bertahan hidup.
5.      Pilar Pendidikan.
Kurikulum mengorganisasikan fondasi belajar ke dalam lima pilar sesuai dengan Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu: (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (b) belajar untuk memahami dan menghayati; (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif; (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain; dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
6.      Menyeluruh dan Berkesinambungan.
Kompetensi mencakup keseluruhan dimensi kemampuan yaitu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, pola pikir dan perilaku yang disajikan secara berkesinambungan mulai dari usia taman kanak-kanak atau raudhatul athfal sampai dengan pendidikan menengah.
7.      Belajar Sepanjang Hayat.
Pendidikan diarahkan pada proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlanjut sepanjang hayat dengan mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, sambil memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.

SK peserta didik dalam suatu mata pelajaran dijabarkan dari SKL lulusan, yakni kompetensi-kompetensi minimal yang harus dikuasai lulusan tertentu. Kemampuan yang dimiliki lulusan dicirikan dengan pengetahuan dan kemampuan atau kompetensi lulusan yang merupakan modal utama untuk bersaing di tingkat global, karena persaingan yang terjadi adalah pada kemampuan sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, penerapan pendidikan berbasis kompetensi diharapkan akan menghasilkan lulusan yang mampu berkompetisi di tingkat regional, nasional, dan global.
Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan sekolah dalam mengelola proses pembelajaran, dan lebih khusus lagi adalah proses pembelajaran yang terjadi di kelas. Sesuai dengan prinsip otonomi dan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), pelaksana pembelajaran, dalam hal ini guru, perlu diberi keleluasaan dan diharapkan mampu menyiapkan silabus, memilih strategi pembelajaran, dan penilaiannya sesuai dengan kondisi dan potensi peserta didik dan lingkungan masing-masing. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka perlu dibuat buku pedoman cara mengembangkan silabus berbasis kompetensi. Pedoman pengembangan silabus yang meliputi dua macam, yaitu pedoman umum dan pedoman khusus untuk setiap mata pelajaran.
Pedoman umum pengembangan silabus memberi penjelasan secara umum tentang prosedur dan cara mengembangkan SK dan KD menjadi indikator pencapaian kompetensi, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, sumber belajar. Sedangkan pedoman khusus menjelaskan mekanisme pengembangan sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang disertai contoh-contoh untuk lebih memperjelas langkah-langkah pengembangan silabus.

C. Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pendidikan berbasis kompetensi mencakup kurikulum, paedagogi dan penilaian. Oleh karena itu, pengembangan KTSP memiliki pendekatan berbasis kompetensi karena merupakan konsekuensi dari pendidikan berbasis kompetensi. Di dalam SI dinyatakan bahwa: KTSP yang berbasis kompetensi merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan dan cara pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah. Kompetensi perlu dicapai secara tuntas (belajar tuntas). Bimbingan diperlukan untuk melayani perbedaan individual melalui program remidial dan pengayaan.
Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi harus berkaitan dengan tuntutan SKL, SK dan KD, organisasi kegiatan pembelajaran, dan aktivitas untuk mengembangkan dan memiliki kompetensi seefektif mungkin. Proses pengem¬bangan kurikulum berbasis kompetensi menggunakan asumsi bahwa peserta didik yang akan belajar telah memiliki pengetahuan dan keterampilan awal yang dibutuhkan untuk menguasai kompetensi tertentu.

D. Pembelajaran Berbasis Kompetensi
Pembelajaran berbasis kompetensi adalah program pembelajaran di mana hasil belajar atau kompetensi yang diharapkan dicapai oleh peserta didik, sistem penyampaian, dan indikator pencapaian hasil belajar dirumuskan secara tertulis sejak perencanaan dimulai (McAshan, 1989:19).
Dalam pembelajaran berbasis kompetensi perlu ditentukan standar minimum kompetensi yang harus dikuasai peserta didik. Sesuai pendapat tersebut, komponen materi pembela¬jaran berbasis kompetensi meliputi: (1) kompetensi yang akan dicapai; (2) strategi penyampaian untuk mencapai kompetensi; (3) sistem evaluasi atau penilaian yang digunakan untuk menentukan keberhasilan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
Kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik perlu dirumuskan dengan jelas dan spesifik. Perumusan dimaksud hendaknya didasarkan atas prinsip “relevansi dan konsistensi antara kompetensi dengan materi yang dipelajari, waktu yang tersedia, dan kegiatan serta lingkungan belajar yang digunakan” (McAshan, 1989:20). Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mendapatkan perumusan kompetensi yang jelas dan spesifik, antara lain dengan melaksanakan analisis kebutuhan, analisis tugas, analisis kompetensi, penilaian oleh profesi dan pendapat pakar mata pelajaran, pendekatan teoritik, dan telaah buku teks yang relevan dengan materi yang dipelajari (Kaufman, 1982: 16; Bratton, 1991: 263).
Konsep pembelajaran berbasis kompetensi menyaratkan dirumuskannya secara jelas kompetensi yang harus dimiliki atau ditampilkan peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Dengan tolokukur pencapaian kompetensi maka dalam kegiatan pembelajaran peserta didik akan terhindar dari mempelajari materi yang tidak perlu yaitu materi yang tidak menunjang tercapainya penguasaan kompetensi.
Pencapaian setiap kompetensi tersebut terkait erat dengan sistem pembelajaran. Dengan demikian komponen minimal pembelajaran berbasis kompetensi adalah:
a.  pemilihan dan perumusan kompetensi yang tepat.
b. spesifikasi indikator penilaian untuk menentukan pencapaian kompetensi.
c. pengembangan sistem penyampaian yang fungsional dan relevan dengan kompetensi dan sistem penilaian.
Penerapan konsep dan prinsip pembelajaran berbasis kompetensi diharapkan bermanfaat untuk:

1)      menghindari duplikasi dalam pemberian materi pembelajaran yang disampaikan guru harus benar-benar relevan dengan kompetensi yang ingin dicapai.
2)      mengupayakan konsistensi kompetensi yang ingin dicapai dalam mengajarkan suatu mata pelajaran. Dengan kompetensi yang telah ditentukan secara tertulis, siapa pun yang mengajarkan mata pelajaran tertentu tidak akan bergeser atau menyimpang dari kompetensi dan materi yang telah ditentukan.
3)      meningkatkan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, kecepatan, dan kesempatan peserta didik.
4)      membantu mempermudah pelaksanaan akreditasi. Pelaksanaan akreditasi akan lebih dipermudah dengan menggunakan tolokukur SK.
5)      memperbarui sistem evaluasi dan pelaporan hasil belajar peserta didik. Dalam pembelajaran berbasis kompetensi, keberhasilan peserta didik diukur dan dilaporkan berdasar pencapaian kompetensi atau subkompetensi tertentu, bukan didasarkan atas perbandingan dengan hasil belajar peserta didik yang lain.
6)      memperjelas komunikasi dengan peserta didik tentang tugas, kegiatan, atau pengalaman belajar yang harus dilakukan dan cara yang digunakan untuk menentukan keberhasilan belajarnya.
7)      meningkatkan akuntabilitas publik. Kompetensi yang telah disusun, divalidasikan, dan dikomunikasikan kepada publik, sehingga dapat digunakan untuk mempertanggungjawabkan kegiatan pembelajaran kepada publik.
h. memperbaiki sistem sertifikasi. Dengan perumusan kompetensi yang lebih spesifik dan terperinci, sekolah dapat mengeluarkan sertifikat atau transkrip yang menyatakan jenis dan aspek kompetensi yang dicapai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar