I. PENDAHULUAN
A. Gambaran Umum
Pemberlakuan
peraturan dan perundangan-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan otonomi
pendidikan menuntut adanya upaya pembagian kewenangan dalam berbagai bidang
pemerintahan. Hal tersebut membawa implikasi terhadap sistem dan
penyelenggaraan pendidikan termasuk pengembangan dan pelaksanaan kurikulum.
Tiga hal penting yang perlu mendapat perhatian, yaitu:
1. Diversifikasi Kurikulum yang merupakan
proses penyesuaian, perluasan, pendalaman materi pembelajaran agar dapat
melayani keberagaman kebutuhan dan tingkat kemampuan peserta didik serta
kebutuhan daerah/lokal dengan berbagai kompleksitasnya.
2. Penetapan Standar Kompetensi (SK),
dimaksudkan untuk menetapkan ukuran minimal atau secukupnya, mencakup kemampuan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dicapai, diketahui, dilakukan,
dan mahir dilakukan oleh peserta didik pada setiap tingkatan secara maju dan
berkelanjutan sebagai upaya kendali dan jaminan mutu.
3. Pembagian kewenangan antara Pemerintah
Pusat dan Provinsi/ Kabupaten/Kota sebagai Daerah Otonomi merupakan pijakan
utama untuk lebih memberdayakan daerah dalam penyelenggaraan pendidikan sesuai
dengan potensi daerah yang bersangkutan.
4. Untuk merespon ketiga hal tersebut di
atas, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah melakukan penyusunan
Standar Isi (SI), yang kemudian dituangkan kedalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional (Permendiknas) nomor 22 tahun 2006, yang mencakup komponen:
a) Standar Kompetensi (SK), merupakan ukuran
kemampuan minimal yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus
dicapai, diketahui, dan mahir dilakukan oleh peserta didik pada setiap tingkatan
dari suatu materi yang diajarkan.
b)
Kompetensi
Dasar (KD), merupakan penjabaran SK peserta didik yang cakupan materinya lebih
sempit dibanding dengan SK peserta didik.
B. Pendidikan Berbasis Kompetensi
Undang-Undang (UU)
Republik Indonesia (RI) nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada Bab II Pasal 3 menjelaskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bemartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Standar kompetensi lulusan (SKL) suatu
jenjang pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional mencakup komponen
ketakwaan, akhlak, pengetahuan, ketrampilan, kecakapan, kemandirian,
kreativitas, kesehatan, dan kewarganegaraan. Semua komponen pada tujuan
pendidikan nasional harus tecermin pada kurikulum dan sistem pembelajaran pada
semua jenjang pendidikan. Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, tugas
sekolah adalah mengembangkan potensi peserta didik secara optimal menjadi
kemampuan untuk hidup di masyarakat dan ikut menyejahterakan masyarakat.
Lulusan suatu jenjang pendidikan harus memiliki pengetahuan dan keterampilan
serta berperilaku yang baik.
Untuk itu peserta
didik harus mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki sesuai
dengan standar yang ditetapkan. SKL merupakan bagian dari upaya peningkatan
mutu pendidikan yang diarahkan untuk pengembangan potensi peserta didik sesuai
dengan perkembangan ilmu, teknologi, seni, serta pergeseran paradigma
pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan peserta didik.
SKL adalah satu dari 8 standar nasional
pendidikan (SNP), yang merupakan kompetensi lulusan minimal yang berlaku di
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan adanya SKL,
kita memiliki patok mutu, baik evaluasi bersifat mikro seperti kualitas proses
dan kualitas produk pembelajaran, maupun evaluasi makro seperti efektivitas dan
efisiensi program pendidikan, sehingga ke depan pendidikan kita akan melahirkan
standar mutu yang dapat dipertanggungjawabkan pada setiap jalur, jenis dan
jenjang pendidikan. SKL mata pelajaran selanjutnya dijabarkan ke dalam SK dan
KD.
Selain mengacu pada SKL, pengembangan SK
peserta didik dalam suatu mata pelajaran juga mengacu pada struktur keilmuan
dan perkembangan peserta didik, yang dikembangkan oleh para pakar mata
pelajaran, pakar pendidikan dan pakar psikologi perkembangan, dengan mengacu
pada prinsip-prinsip:
1.
Peningkatan
Keimanan, Budi Pekerti Luhur, dan Penghayatan Nilai-Nilai Budaya.
Keimanan, budi pekerti luhur, dan nilai-nilai budaya perlu digali, dipahami,
dan diamalkan untuk mewujudkan karakter dan martabat bangsa.
2.
Keseimbangan
Etika, Logika, Estetika, dan Kinestetika.
Kegiatan Pembelajaran dirancang dengan memperhatikan keseimbangan etika,
logika, estetika, dan kinestetika.
3.
Penguatan
Integritas Nasional.
Penguatan integritas nasional dicapai melalui pendidikan yang
menumbuhkembangkan dalam diri peserta didik sebagai bangsa Indonesia melalui
pemahaman dan penghargaan terhadap perkembangan budaya dan peradaban bangsa
Indonesia yang mampu memberikan sumbangan terhadap peradaban dunia.
4. Perkembangan Pengetahuan dan Teknologi Informasi.
Kemampuan berpikir dan belajar dengan cara mengakses, memilih, dan menilai
pengetahuan untuk mengatasi situasi yang cepat berubah dan penuh ketidakpastian
serta menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi.
4.
Pengembangan
Kecakapan Hidup.
Kurikulum mengembangkan kecakapan hidup melalui budaya membaca, menulis, dan
kecakapan hitung; keterampilan, sikap, dan perilaku adaptif, kreatif,
kooperatif, dan kompetitif; dan kemampuan bertahan hidup.
5.
Pilar
Pendidikan.
Kurikulum mengorganisasikan fondasi belajar ke dalam lima pilar sesuai dengan
Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu: (a) belajar untuk
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (b) belajar untuk memahami dan
menghayati; (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif;
(d) belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain; dan (e) belajar
untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif,
kreatif, efektif dan menyenangkan.
6.
Menyeluruh
dan Berkesinambungan.
Kompetensi mencakup keseluruhan dimensi kemampuan yaitu pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap, pola pikir dan perilaku yang disajikan secara
berkesinambungan mulai dari usia taman kanak-kanak atau raudhatul athfal sampai
dengan pendidikan menengah.
7.
Belajar
Sepanjang Hayat.
Pendidikan diarahkan pada proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik
yang berlanjut sepanjang hayat dengan mencerminkan keterkaitan antara
unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, sambil memperhatikan
kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan
manusia seutuhnya.
SK peserta didik
dalam suatu mata pelajaran dijabarkan dari SKL lulusan, yakni
kompetensi-kompetensi minimal yang harus dikuasai lulusan tertentu. Kemampuan
yang dimiliki lulusan dicirikan dengan pengetahuan dan kemampuan atau
kompetensi lulusan yang merupakan modal utama untuk bersaing di tingkat global,
karena persaingan yang terjadi adalah pada kemampuan sumber daya manusia (SDM).
Oleh karena itu, penerapan pendidikan berbasis kompetensi diharapkan akan
menghasilkan lulusan yang mampu berkompetisi di tingkat regional, nasional, dan
global.
Kualitas
pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan sekolah dalam mengelola proses
pembelajaran, dan lebih khusus lagi adalah proses pembelajaran yang terjadi di
kelas. Sesuai dengan prinsip otonomi dan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah (MPMBS), pelaksana pembelajaran, dalam hal ini guru, perlu diberi
keleluasaan dan diharapkan mampu menyiapkan silabus, memilih strategi
pembelajaran, dan penilaiannya sesuai dengan kondisi dan potensi peserta didik
dan lingkungan masing-masing. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka perlu
dibuat buku pedoman cara mengembangkan silabus berbasis kompetensi. Pedoman
pengembangan silabus yang meliputi dua macam, yaitu pedoman umum dan pedoman
khusus untuk setiap mata pelajaran.
Pedoman umum
pengembangan silabus memberi penjelasan secara umum tentang prosedur dan cara
mengembangkan SK dan KD menjadi indikator pencapaian kompetensi, materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, sumber belajar.
Sedangkan pedoman khusus menjelaskan mekanisme pengembangan sesuai dengan
karakteristik mata pelajaran yang disertai contoh-contoh untuk lebih
memperjelas langkah-langkah pengembangan silabus.
C. Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pendidikan
berbasis kompetensi mencakup kurikulum, paedagogi dan penilaian. Oleh karena
itu, pengembangan KTSP memiliki pendekatan berbasis kompetensi karena merupakan
konsekuensi dari pendidikan berbasis kompetensi. Di dalam SI dinyatakan bahwa:
KTSP yang berbasis kompetensi merupakan seperangkat rencana dan pengaturan
tentang kompetensi yang dibakukan dan cara pencapaiannya disesuaikan dengan
keadaan dan kemampuan daerah. Kompetensi perlu dicapai secara tuntas (belajar
tuntas). Bimbingan diperlukan untuk melayani perbedaan individual melalui
program remidial dan pengayaan.
Pengembangan
kurikulum berbasis kompetensi harus berkaitan dengan tuntutan SKL, SK dan KD,
organisasi kegiatan pembelajaran, dan aktivitas untuk mengembangkan dan
memiliki kompetensi seefektif mungkin. Proses pengem¬bangan kurikulum berbasis
kompetensi menggunakan asumsi bahwa peserta didik yang akan belajar telah
memiliki pengetahuan dan keterampilan awal yang dibutuhkan untuk menguasai
kompetensi tertentu.
D. Pembelajaran Berbasis Kompetensi
Pembelajaran berbasis kompetensi adalah
program pembelajaran di mana hasil belajar atau kompetensi yang diharapkan
dicapai oleh peserta didik, sistem penyampaian, dan indikator pencapaian hasil belajar
dirumuskan secara tertulis sejak perencanaan dimulai (McAshan, 1989:19).
Dalam pembelajaran berbasis kompetensi
perlu ditentukan standar minimum kompetensi yang harus dikuasai peserta didik.
Sesuai pendapat tersebut, komponen materi pembela¬jaran berbasis kompetensi
meliputi: (1) kompetensi yang akan dicapai; (2) strategi penyampaian untuk
mencapai kompetensi; (3) sistem evaluasi atau penilaian yang digunakan untuk
menentukan keberhasilan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
Kompetensi yang harus dikuasai oleh
peserta didik perlu dirumuskan dengan jelas dan spesifik. Perumusan dimaksud
hendaknya didasarkan atas prinsip “relevansi dan konsistensi antara kompetensi
dengan materi yang dipelajari, waktu yang tersedia, dan kegiatan serta
lingkungan belajar yang digunakan” (McAshan, 1989:20). Langkah-langkah yang
perlu dilakukan untuk mendapatkan perumusan kompetensi yang jelas dan spesifik,
antara lain dengan melaksanakan analisis kebutuhan, analisis tugas, analisis
kompetensi, penilaian oleh profesi dan pendapat pakar mata pelajaran,
pendekatan teoritik, dan telaah buku teks yang relevan dengan materi yang
dipelajari (Kaufman, 1982: 16; Bratton, 1991: 263).
Konsep
pembelajaran berbasis kompetensi menyaratkan dirumuskannya secara jelas
kompetensi yang harus dimiliki atau ditampilkan peserta didik setelah mengikuti
kegiatan pembelajaran. Dengan tolokukur pencapaian kompetensi maka dalam
kegiatan pembelajaran peserta didik akan terhindar dari mempelajari materi yang
tidak perlu yaitu materi yang tidak menunjang tercapainya penguasaan
kompetensi.
Pencapaian setiap kompetensi tersebut
terkait erat dengan sistem pembelajaran. Dengan demikian komponen minimal
pembelajaran berbasis kompetensi adalah:
a. pemilihan
dan perumusan kompetensi yang tepat.
b. spesifikasi indikator penilaian untuk menentukan
pencapaian kompetensi.
c. pengembangan sistem penyampaian yang fungsional
dan relevan dengan kompetensi dan sistem penilaian.
Penerapan konsep dan prinsip pembelajaran berbasis kompetensi diharapkan
bermanfaat untuk:
1)
menghindari
duplikasi dalam pemberian materi pembelajaran yang disampaikan guru harus
benar-benar relevan dengan kompetensi yang ingin dicapai.
2)
mengupayakan
konsistensi kompetensi yang ingin dicapai dalam mengajarkan suatu mata
pelajaran. Dengan kompetensi yang telah ditentukan secara tertulis, siapa pun
yang mengajarkan mata pelajaran tertentu tidak akan bergeser atau menyimpang
dari kompetensi dan materi yang telah ditentukan.
3)
meningkatkan
pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, kecepatan, dan kesempatan peserta didik.
4)
membantu
mempermudah pelaksanaan akreditasi. Pelaksanaan akreditasi akan lebih
dipermudah dengan menggunakan tolokukur SK.
5)
memperbarui
sistem evaluasi dan pelaporan hasil belajar peserta didik. Dalam pembelajaran
berbasis kompetensi, keberhasilan peserta didik diukur dan dilaporkan berdasar
pencapaian kompetensi atau subkompetensi tertentu, bukan didasarkan atas
perbandingan dengan hasil belajar peserta didik yang lain.
6)
memperjelas
komunikasi dengan peserta didik tentang tugas, kegiatan, atau pengalaman
belajar yang harus dilakukan dan cara yang digunakan untuk menentukan
keberhasilan belajarnya.
7)
meningkatkan
akuntabilitas publik. Kompetensi yang telah disusun, divalidasikan, dan
dikomunikasikan kepada publik, sehingga dapat digunakan untuk mempertanggungjawabkan
kegiatan pembelajaran kepada publik.
h. memperbaiki sistem sertifikasi. Dengan perumusan kompetensi yang lebih
spesifik dan terperinci, sekolah dapat mengeluarkan sertifikat atau transkrip
yang menyatakan jenis dan aspek kompetensi yang dicapai.